Kamis, 27 November 2014

Remember



Kenangan, apa arti sebuah kenangan dalam kehidupanmu?moment yang takan mungkin  kau lupakan, bukan? Moment yang selalu terlintas dalam hidupmu. Tapi,bagaimana jika kenangan itu menghilang tanpa bisa kau tahan, kenangan itu tidak bisa kau ingat, sekalipun kau sudah berusaha untuk bisa mengingatnya. Tapi kenangan itu seperti hilang di telan oleh bumi, tak bisa lagi kau rasakan getaran-getaran saat mengingat kenangan itu, tak bisa lagi kau tersenyum saat mengingat kembali kenangan itu, dan mungkin orang yang ada bersama kenangan itu juga hilang dari ingatanmu

Orang yang ku cintai….
                                                                        ***
            Namaku Keina Clarista, 20 tahun, mahasiswa di sebuah perguruan tinggi swasta di kota yang jauh dari tempat aku tinggal. Ayahku bekerja di sebuah perusahaan, ibuku adalah ibu rumah tangga yang baik. Aku mempunyai adik laki-laki bernama Kenan Wijaya yang masih duduk di bangku SMA. Aku mempunyai tetangga yang sangat menyukai  bunga indah berwarna ungu yang pernah ku tanyakan pada ibuku apa nama bunga tersebut, “itu Anggrek,Kei”  sambil tetap tersenyum khas seorang ibu. “suatu saat Kei mau punya taman yang penuh sama bunga itu mah” kataku bersemangat. Seperti itulah ingatanku saat itu, saat dimana aku belum mempunyai penghapus di dalam otakku. Begitulah aku menyebut nama sebuah penyakit yang tanpa bisa ku tahan seenaknya menghapus semua memori di dalam otakku, menghapus semua kenangan yang pernah kulewati bersamanya,yah bersamanya. Jika aku bisa meminta satu permintaan saja, aku hanya meminta waktu berhenti saat ini juga. Aku sangat takut, untuk setiap detik yang ku lewati. aku taku saat itu tiba. Saat dimana aku tidak bisa mengenalnya, atau mungkin saat dimana aku benar-benar tidak bisa mengingatnya lagi. ketika saat itu tiba, aku hanya ingin kau tahu, aku Keina Clarista selalu mencintaimu, selalu mengingat semua kenangan bersamamu, jangan salahkan aku, aku tidak pernah berniat menyakitimu karena aku melupakanmu. Ini bukan mauku, cukup dengan kau percaya aku selalu mencintaimu…
                                                                        ***
            “mah...papah marah sama Kei?” isakku. Ibuku hanya diam, aku memeluknya erat. “maafin Kei mah”. Aku berjalan gontai ke kamar. ini salahku, seharusnya aku tidak boleh mempercayai seorang laki-laki seperti ini. seharusnya aku tidak mencintai seorang pengusaha terkenal yang baru ku ketahui statusnya sudah bertunangan ketika tangan seorang perempuan mendarat di pipi kiriku di depan banyak kamera. Sekarang, beginilah akibatnya, orang-orang menyangka aku perempuan penggoda pengusaha-pengusaha terkenal. Bukan hanya aku, tapi keluargaku pun terkena dampak dari kesalahanku yang sangat memalukan ini.”papah akan sangat kecewa padamu kei, seharusnya kau tidak mudah percaya dengan lelaki sepeti itu           !”. “cukup Ken!! Kei  kamu istirahat sana”, dengan seyumannya yang khas, tetapi itu semakin membuat rasa penyesalanku semakin besar, adikku benar ayah akan sangat kecewa.
***
“Lihat gedung-gedung ini, terlihat berubah ketika terakhir kita melewati ini berdua”suara lembut, dan senyum yang khas seorang ayah sambil menunjuk jejeran gedung-gedung yang ada di sepanjang jalan. Seketika aku mengingat kenangan bersama ayah saat berada seperti ini dengan waktu yang berbeda. Tiga tahun sudah ku tinggalkan kota ini, termasuk keluargaku untuk melanjutkan kuliah di luar kota, dan ketika aku kembali bukan hanya gedung-gedung ini yang berbeda, tetapi aku, keadaanku. “bukannya seharusya papah marah sama Kei?”. Hati-hati aku bertanya. Dia melirikku sebentar, lalu fokus kembali pada jalan “hei, untuk apa papah marah dengan apa yang sudah terjadi? Kei masih putri kecil papah yang lucu dan menggemaskan, Kei gapernah berubah dimata papah”. Air mataku menetes, aku terharu. “tapi putri kecil papah ini baru saja dibohongi oleh lelaki seperti  papah”. Kita berdua pun tertawa.
Aku sedang menemani ayahku untuk mengunjungi sebuah proyek yang sedang dibangun oleh perusahaan ayahku. “mau ikut ngontrol?”. Seketika ku lihat keadaan diluar, matahari sangat terik,  debu dimana-mana “engga pah Kei di mobil aja, debu-debu itu terlalu banyak untuk Kei lawan”. Ku dengar ayahku tertawa “dasar perempuan” pintu mobilpun ditutup. Kunyalakan radio untuk membuang rasa bosanku. Tetapi Radio tidak mampu menahan rasa hausku. Akupun keluar dari mobil, kulihat ada mini market di sebrang jalan.
Ku lihat minuman yang ku suka, tinggal satu di dalam kulkas itu, ku percepat langkahku karena ku lihat ada seorang lelaki yang akan mengambil minuman itu, dan ketika tangan lelaki itu hampir menyuntuh minumannya, tangan ku dengan cepat mengambil minuman itu, sehingga membuat jarak aku dan lelaki itu berada sangat dekat. Kita bertatapan beberapa detik sebelum aku memutuskan untuk meninggalkannya dan pergi ke kasir.
***
            “kita butuh seseorang yang bisa menangani ini semua, mereka kabur dengan uang itu!!” sejenak aku berfikir, “aku tahu siapa yang bisa” jawabku.
            “pah please, perusahaan Kei butuh orang seperti itu” hening sejenak, karena lawan bicaraku belum menjawab “iya iya, siang ini papah kirimkan orang, berhati-hatilah dengannya” terdengar suara tawa ayahku “makasih pah” telpon pun terputus.
            “orangnya akan datang sebentar ..” belum sempat ku teruskan kata-kataku, tiba-tiba pintu lift terbuka, dan lelaki itu. Oh tidak, cepat-cepat aku bersembunyi berusaha untuk tidak terlihat olehnya. Ku lihat lelaki itu sedang berbicara dengan bos ku dan pergi begitu saja.
            Hari ini sangat melelahkan bagiku, aku berniat untuk membeli sekaleng kopi kesukaanku. Saat aku sedang menunggu mesin itu memberiku sekaleng kopi yang kuinginkan, sepersentimeter kaleng kopi hamper menyentuh tanganku, tiba-tiba ada sebuah tangan yang lebih cepat mengambil kaleng itu. Ketika aku melihat wajahnya, lelaki yang ku kenal. Ku percepat langkahku agar langkah kami sama, “mengambil sebuah kaleng kopi dari seorang gadis, sangat tidak sopan” aku tertawa, ku lihat dia hanya tersenyum “seperti masa lalu, Keina…” ucapku agak ragu “Keina Clarista” sambil kucoba mengulurkan tanganku padanya. “Raihan..” “Reihan Ricardo”. Begitulah awal aku mengenalnya. Seperti bangkit dari lubang kegelapan saat berjabat tangan dengannya. Aku sadar dialah yang ku cari, dialah cahaya yang menuntunku keluar dari kegelapan, dialah Reihan. Reihan Ricardo.
***
            “engga Kei, pokoknya engga!” ucapku agak keras di akhir kalimat. “tapi kenapa Rei, apa arti hubungan kita selama ini kalau kamu ga untuk berkomitmen denganku” rengek Keina, kulihat wajahnya sejenak. Entah kenapa mata itu bisa meluluhkan amarahku yang biasanya sering memuncak dan tak terkendali. Ku tangkup wajahnya dengan kedua telapak tanganku, ku tarik pelahan agar wajahnya semakin dekat denganku, tatapanku tak lepas dari mata indahnya. “aku belum siap Kei” ku kecup bibirnya perlahan, “tapi ini hanya bertemu dengan kedua orang tuaku Rei” Keina tetap memaksaku untuk bertemu dengan orang tuanya atau dengan kata lain bosku. Aku takut ayahnya tidak menyetujui hubunganku dengan Keina. Aku hanya seorang mandor untuk sekelompok tukang batu di proyeknya. Aku takut kehilangan Keina. Tiba-tiba orang yang ku kenal dating, dengan istrinya dan seorang anak laki-laki. “Kei kok mukanya kaget gitu, bukannya kamu yang nyutuh papah kesini” dia tersenyum pada Keina, matanya sekarang beralih melihatku. Ekspresinya berubah, sudah ku duga, ini akan sulit.
            “Keina mau ke wc dulu” ku lihat raut wajah Keina, tidak beda jauh denganku. Setelah kepergian Keina, meja yang sendang kami duduki hening, disitu hanya tinggal ayah Keina atau dengan kata lain bos ku, istrinya yang sangat ramah terhadapku, dan adiknya yang baru ku tahu namanya adalah Kenan. Hening, tak ada satu orang pun yang berani berbicara dalam situasi seperti ini. dentingan sendok dan garpu pun tidak terdengar. Masing-masing sibuk dengan pikirannya. Sampai ku dengar Kenan melihat ke arah belakangku dan berteriak “Keina…..!”. cepat ku berbalik, dan berlari untuk menghampiri tubuh yang sedang terbaring di lantai, ku angkat cepat dan berlari keluar membawanya sekencang yang ku bisa .
 “Reihan” segera ku peluk erat, ku rengkuh tubuh yang tiba-tiba menyerbuku saat aku memasuki kamar tempat Keina berbaring tadi. Ayahnya melihat kami berpelukan, ekspresinya menandakan sesuatu yang baik untuk hubunganku dengan Keina.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar